Naik Kelas

Kepincut mau bahas tentang ini. Sederhana banget ya gabungan dua kata itu. Enteng diucap. Lidah tuh kapan-kapan memang harus diajarin caranya berterima kasih sama otak, hati, tangan, dan tentunya kaki sebagai organ utama penggerak jalannya misi-misi pribadi yang akhirnya menuntun manusianya sebagai peraih value sehingga layak disebut Naik Kelas.

Perbedaan definisi upgrade dan update

Naik Kelas means upgrading. Beda dengan updating. Ketika kita di-upgrade, komponen update itu sudah menjadi sepaket didalamnya. Coba deh diinget-inget, kalau pakai perumpamaan kita sedang mengupdate aplikasi di smartphone. It goes so easy and instantly updating. Bahkan mungkin di beberapa OS ada support system dimana aplikasi akan terupdate otomatis tanpa perlu request ke kita.
And it goes different when we want to upgrade.

Saya sampai sekarang belum pernah sukses upgrade Macintosh saya sendiri. Sampai sekarang masih menggunakan OS X Yosemith dan selalu gagal saat installing OS X yang baru, hehe.. Tapi yang mau saya tekankan bukan itu. Akan tetapi bahwa dalam proses upgrading, ada fase trial error, jatuh bangun, dan learning by doing didalamnya.

Naik Kelas dan Naik Gunung

155419_620
Naik Kelas ibarat proses menanjaki gunung tertinggi hingga sampai ke puncak

Naik Kelas in term of my opinion paling mudah digambarkan saat momen naik gunung. Semakin menanjak, rasanya beban semakin berat. Tantangan semakin besar, angin diatas gunung juga semakin kencang, persediaan logistik untuk ganjal perut mungkin saja menipis. Kata suami saya, yang kebetulan juga punya hobi naik gunung, saat proses nanjak semakin tinggi, karakteristik asli teman seperjalanan justru akan keluar. Dari situ sebetulnya kompetensi teamwork and collaboration seseorang bisa terlihat meskipun masih secara kasat mata. Kesabaran dan pengendalian emosi, sekaligus pertahanan diri (baik fisik maupun psikis) sama-sama saling perang.

Naik Kelas in my real life

Saya bekerja di sebuah perusahaan milik negara dan ditempatkan di posisi/divisi yang Alhamdulillah sesuai dengan passion. Saya adalah seorang praktisi HR yang baru seumur jagung punya pengalaman dalam bidang tersebut.

Di tempat saya bekerja, saya dan karyawan lainnya (bahkan hampir semua kalangan karyawan kayaknya) dituntut untuk selalu bekerja secara mandiri. Mandiri disini artinya bukan kita gak diperbolehkan kerja tim. These term of independence means that seseorang itu kalau mau mengerjakan sesuatu harus tahu proses bisnisnya, sehingga secara gak langsung saya pasti mengerjakan segala sesuatunya mulai dari hulu ke hilir.

Mulai dari hulu, artinya dari mulai membuat perencanaannya. Mungkin buat yang sama-sama kerja di BUMN pasti familiar dengan istilah yang namanya RKAP (Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan). Karena saya berada di unit HR, bikin deh tuh yang namanya rencana kerja mulai dari seseorang itu direkrut sampai dia pensiun. You know that disini gak bakalan kita temuin ada orang yang ujug-ujug dateng terus tiba-tiba ngajarin kita terkait organisasi from a to z. Mungkin ada, tapi saya sendiri belum pernah menemukan orang yang inisiatif ngajar nya sedemikian tinggi seperti itu sih, hahaha. It all back to us, bagaimana kita men-drive diri sendiri untuk eager to learn, mau melakukan komunikasi dengan karyawan senior yang lebih dulu kerja dibanding kita, gak malu nanya sama junior yang bisa aja lebih paham tentang bidang tertentu dibanding sama kita sendiri. Intinya adalah sebesar apa efforts yang harus (HARUS lho!) kita lakukan kalau kita mau maju. Sampai ke hilir, maksudnya ya sampai pekerjaan itu selesai. Dimonitor progressnya, dan kalau udah selesai dievaluasi kekurangan dan kelebihannya, lalu setelah itu apa lagi yang mau dikembangkan kedepannya supaya bisa jauh lebih baik dan bisa lebih hi-tect lagi, hehehe ๐Ÿ˜€ ๐Ÿ˜€

Nah, maju disini dalam hal apa nih? Someone may think it’s all about the career path or how much we get paid.

Me? Not at all.

Buat saya, career path hanya outcome (bukan output lho, karena career path itu sifatnya jangka panjang) dari input dan proses yang selama ini kita lakukan. Jadi, naik kelas in my opinion adalah bagaimana saya terlebih dahulu menjadikan diri saya bernilai. Bagaimana saya terlebih dahulu berkontribusi. Bagaimana saya terlebih dahulu memberikan proficiency level yang lebih dari level yang diharapkan oleh organisasi. Siapa yang tahu sih kalau kita sebenarnya punya potensi terpendam yang (kalau saya boleh berani bilang) sanggup-sanggup aja ngemban tugas selevel vice president atau bahkan president director. Tapi karena kita tahu bahwa kita ini cuma staf atau manager yang kompetensinya dibatasi, jadinya mungkin kita gamau melakukan lebih. Padahal mungkin aja sebenarnya kita bisa. Tapi gak mau. Gak mau explore lebih dalam sejauh mana potensi dalam diri itu bisa ditingkatkan, atau bahkan dibangkitkan dari mati suri. Hehehe.. ๐Ÿ˜€ ๐Ÿ˜€

Loyal amat? Capek tauk kerja banting tulang, penghasilan gak seberapa, mending kalo diapresiasi sama perusahaan. Wayolooo!

Oh ya? Begitu ya? Memang capek sih ya. Tapi pasti banyak sekali lho elemen positif dari pengalaman kita (baik pengalaman pahit maupun manis) yang bisa membuat naik kelas secara value. Disini saya belum mau cerita lebih banyak. Tapi setelah baca ini, kalian cobain aja sendiri rasanya naik kelas secara value. Kalau udah ada yang pernah mengalaminya, share sama saya ya ๐Ÿ™‚

390140_2943940727311_980945068_n
2011, masih di Divisi Sumber Daya Manusia
549007_3631778122816_507728918_n
2012 when my division head moved to property division
1003412_10201494591196406_1377912534_n
sekitar tahun 2012 atau 2013, saat saya masih penugasan di Surabaya..hahahaha
11265303_10206912877330173_7532207037426445257_n
Here i am now. Ini tahun 2015 saat ada anak perusahaan yang melakukan IPO. Momen ini adalah saat pencatatan perdana saham PPRO di BEI ๐Ÿ™‚
10985906_10207399548336644_7554618727552902074_n
I was in the middle of PP Properti Muda..hahaha ya begitulah nama kami :))

Just remember, dari contoh milestone foto-foto diatas ini,ย  we may update so many things in life. Tapi upgrade, coba ngaca dulu sebentar: “selama ini udah kontribusi apa aja dan bagaimana kita menanggapi secara positif terhadap respon pahit dari orang lain”. Gitu aja dulu.

Published by Rahmi Aulia

I write louder than speak. Am a ENFJ kinda HR practitioner who love crafting parenthood and motherhood moments in my blog.

2 thoughts on “Naik Kelas

  1. Dulu pernah nonton film judulnya Pay it forward (2000), konsep nya adalah dimana kita kasih duluan, memberi duluan, walaupun ngga akan pasti akan kembali, tapi dari hal kayak gitu kita jadi lebih tau diri kita sendiri, lebih tau ttg orang di sekitar kita, dan utamanya kita akan belajar lebih banyak lagi tentang kemampuan kita. Kurang lebih yang lo bikin di tulisan ini bagaimana seseorang itu upgrade diri nya dgn tidak selalu harus “ada imbal balik” yang keliatan langsung (misal gaji apresiasi atau apalah gitu), dan di dunia kerja/bisnis jaman skrg yg serba ngga pasti, yg bisa kita lakukan ya salah satunya terus belajar, terus mempersiapkan diri, we may never know who what or when that learning would benefit us ๐Ÿ™‚

    Liked by 1 person

Leave a comment